Quantcast
Channel: Komunitas Kretek
Viewing all 2293 articles
Browse latest View live

Menelanjangi Perda KTR Bogor yang Tertutup Tirai Diskriminasi

$
0
0

Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) adalah salah satu dari sekian banyak regulasi yang lahir di tengah kontroversi. Beberapa kejanggalan dan tendensi diskriminatif bagi perokok terasa nyata dalam batang tubuh aturan ini, meski ada juga poin-poin yang dirasa baik. Bogor adalah kota yang paling lantang menggalakkan Perda KTR.

Di kota hujan ini, Perda KTR memuat ketentuan tentang larangan memajang rokok di etalase. Poin larangan ini menimbulkan reaksi dari industri dan pelaku sektor usaha ritel. Omset mereka menurun drastis akibat keberadaan poin larangan tersebut. Sebagai informasi tambahan, rokok adalah penyumbang pemasukan tertinggi bagi negara dari sektor cukai.

Kalau mau lebih jujur, berbicara Perda KTR secara umum tidak hanya menimbulkan dampak bagi industri dan perokok secara umum. Selain itu, Perda KTR juga berdampak pada pedagang mikro seperti asongan. Penjualan mereka menurun akibat larangan untuk merokok di berbagai lokasi di Kota Bogor, secara otomatis pendapatan mereka ikut terjun hampir menyentuh nadir.

Rokok adalah produk yang dipungut cukai. Bahkan, cukai rokok adalah penyumbang pemasukan terbesar bagi negara dari sektor cukai. Artinya, rokok adalah produk legal yang sudah lolos regulasi minimum. Diskriminasi bagi rokok dan konsumen rokok di Indonesia adalah ironi di negeri hukum.

Walikota Bogor, Bima Arya, adalah salah satu dari sekian kepala daerah yang memang kerap menunjukan ketidaksukaan pada rokok dan perokok. Bahkan dengan penuh percaya diri Bima Arya menyatakan ingin membuat perokok di Kota Bogor merasa tersiksa. Padahal, rokok menjadi salah satu unsur yang menopang beberapa pembiayaan penyelenggaraan negara ini. Bisa jadi rokok punya andil dalam pembangunan fasilitas dan infrastruktur yang ada di Kota Bogor.

Kembali menyoal pelarangan memajang rokok di rak etalase ritel. Anggota Komisi VI Fraksi PDIP, Aria Bima, melancarkan protes. Ia menuding Revisi Perda KTR Bogor justru akan menghambat investasi dan target penerimaan negara di daerah tersebut. Menurutnya, ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan; perburuhan, kesehatan, industri, perkebunan dan aspek lain yang berkaitan. Membuat regulasi hanya berdasar ketidaksukaan pada satu kelompok adalah manifestasi nyata dari kegagalan seorang pemimpin untuk berlaku adil.

Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Rudy Siregar, mengatakan pengusaha seharusnya dilibatkan dalam proses membuat suatu kebijakan. Dia menilai, masyarakat dan pengusaha belum mendapat sosialisasi terkait Perda KTR di Bogor. Bukan mau berpihak pada satu kelompok, tapi, ya, namanya regulasi publik harus melibatkan publik pula.

Terakhir, kalau memang Kota Bogor ingin bebas dari rokok, ya, gampang saja. Silahkan larang rokok masuk ke wilayah Bogor, tak perlu regulasi menutup etalase rokok dengan tirai. Ini konyol. Jika memang tujuannya adalah untuk menekan jumlah perokok pemula, sebagai anak yang polos saya justru semakin penasaran pada isi tirai.

Keadilan harus ditampilkan setelanjang-telanjangnya. Siapa yang tidak suka dengan ketelanjangan?

The post Menelanjangi Perda KTR Bogor yang Tertutup Tirai Diskriminasi appeared first on Komunitas Kretek.


Tembakau Penyelamat Muka dan Polusi Kendaraan di Jakarta

$
0
0

Sembilan tahun silam, seorang teman di pekerjaan valuasi ekonomi mengatakan kalau gas yang berasal dari emisi kendaraan sangat berpengaruh terhadap emosi manusia. Itu di luar ribuan unsur yang jauh lebih membahayakan daripada rokok.

Katanya, haemoglobin yang bersenyawa dengan karbon yang kita hirup menjadi jauh berkurang kemampuannya, lemot, saat mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya bagi manusia jelas, suplai oksigen sangat kurang dan manusia menjadi gampang meledak emosinya. Tanggal pula nalarnya.

Bukan karena udara atau cuaca panas, tetapi karena kita menghirup racun yang melimpah. Ini baru ngomongin pengaruh karbon, belum ngomongin ratusan atau bahkan ribuan unsur membahayakan kesehatan yang berasal dari emisi kendaraan.

Beberapa hari ini beredar informasi kalau Jakarta merupakan salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Tidak perlu dibantah, saya yakin dengan survey tersebut. Sudah belasan tahun hidup di Jakarta, daya dukung lingkungan pun semakin memburuk.

Kata seorang teman di Kudus, orang Jakarta itu mesakke. Hidupnya kasihan betul. Sudah tiap hari menghadapi macet, stress pekerjaan, polusi, tiap hari mengeluhkan gubernurnya. Dulu mengeluhkan Foke, berikutnya mengeluhkan Jokowi, lanjut Ahok, eh sekarang giliran Anies.

Dalam batas tertentu, saya tidak akan menyangkal cara menduga tersebut.

Apakah karena orang Jakarta terpapar beragam unsur berbahaya dari emisi gas buang seperti CO? Pm10? Entahlah. Buktinya saya tidak banyak ngomel, malah cenderung cekikikan kalau melihat status benci Ahok di masa lalu, dan Anies saat ini. Dari pagi ke pagi lagi tanpa henti, hehehe…

Tapi begini, ada berita lain lagi kalo BPJS terus diupayakan mendapatkan suntikan sekian triliun dari duiit cukai rokok. Ini jelas membuat kening kita berkerut. BPJS memang defisit, itu risiko untuk negara yang mencoba menggunakan pendekatan kesejahteraan.

Tapi dimana dari waktu ke waktu industri tembakau digasak dan dipersempit dengan beragam aturan yang dapat membunuh dari petani hingga pengusahanya. Kira-kira nalar apa yang tengah dikembangkan saat tanpa malu memanfaatkan duit cukai untuk menambal defisit tersebut?

“Heh… BPJS yang gak mau nanggung biaya orang yang sakit karena disebabkan rokok mau ngglogok duwit dari cukai rokok?”

“He eh!”

Saya suka dengan kota ini, jatuh cinta dengan kota ini, dan sudah pasti sangat kerasan. Tapi memang selalu menguatirkan kesehatan mental para pengambil keputusannya. Bukan yang di provinsi saja, tetapi juga di pusatnya.

Polusi di kota ini beratus kali lipat lebih berbahaya dari asap tembakau. Tetapi industri tembakau yang terus dicekik selama beberapa tahun ini hingga modar, diam-diam menyelamatkan muka pemerintah.

The post Tembakau Penyelamat Muka dan Polusi Kendaraan di Jakarta appeared first on Komunitas Kretek.

Menyiasati Stok Rokok bagi Calon Jamaah Haji

$
0
0

Kedapatan membawa rokok bagi para calon jamaah haji yang ingin berhaji di Tanah Suci tahun ini semakin diatur lebih ketat. Bahkan bakal dikenai sanksi denda sebesar 10,000 riyal yang kalau dirupiahkan sekira Rp 35 juta. Sanksi ini diberlakukan oleh pemerintah Arab Saudi bagi jamaah haji yang kedapatan membawa rokok lebih dari 200 batang atau sekitar 1 slop.

Larangan membawa rokok dalam jumlah banyak ini telah disampaikan oleh petugas haji di Asrama Haji sejak sebelum mereka masuk asrama. Kabarnya pemerintah Arab Saudi baru menerapkan aturan tersebut pada tahun ini. Walhasil membuat beberapa calon jamaah haji yang perokok harus mengurangi jumlah rokok yang mereka bawa.

Di Arab Saudi sendiri peraturan terkait larangan merokok di tempat umum juga tak jauh berbeda dengan yang berlaku di Indonesia. Lebih ketat lagi bila ada puntung yang kedapatan masih menyala. Membuang rokok yang masih menyala adalah hal terlarang di Arab Saudi, dan pastinya bakal dikenai denda yang cukup memberatkan.

Pada beberapa waktu lalu ada seorang calon jamaah haji yang kedapatan membawa 472 slop, yang boleh jadi bukan seluruhnya milik calon jamah haji tersebut. Karena bukan rahasia baru ketika di musim haji ada saja pihak petugas KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) yang mencari sampingan dengan menjual rokok untuk para jamaah, yang dijual dengan keuntungan yang sangat berlipat.

Mengingat harga rokok di Arab Saudi yang jauh lebih mahal, hal tersebut menjadi ceruk tersendiri bagi para oknum untuk bermain mencari keuntungan lebih. Tak pelak ada saja calon jamaah haji yang kedapatan membawa rokok lebih dari yang ditetapkan, seperti yang terjadi pada calon jamaah haji asal Pamekasan.

Budaya kucing-kucingan dalam perkara membawa rokok ini dari tahun ke tahun sudah lazim terjadi. Pemberitaaan terkait hal itu terus saja berulang. Rokok bukanlah barang ilegal. Hanya saja jumlah yang dibawa kerap dibatasi.

Memang sih di Arab Saudi sendiri juga ada rokok yang dijual, tetapi mengingat aturan pembatasan membawa rokok ini sudah demikian ketat, lagipun outlet rokok di sana belum tentu mudah ditemukan. Maka harus ada siasat yang ditempuh.

Kalau sekadar untuk memenuhi kebutuhan stok mengonsumsi tembakau selama di Tanah Suci. Karena aturan yang ditetapkan kan cuma soal pembatasan jumlah batang rokok yang dibawa, iya tinggal membawa stok tembakau, wur, dan kertas linting. Kelar urusan. Bagi para jamaah haji asal Indonesia, budaya melinting tembakau dan wur (bumbu untuk kretek berisi cengkeh) ini tentu bukan hal asing lagi.

Ketimbang harus kucing-kucingan menitipkan berslop-slop rokok yang di baliknya ternyata ada kepentingan lain untuk mencari keuntungan. Wajar memang. Cuma kan kalo ketahuan sanksi dendanya itu loh. Kalau memang buat sekadar oleh-oleh buat kerabat di Tanah Suci, iya jangan bawa berlebihan juga. Kalau sekadar buat stok pribadi, iya tingwe adalah solusi.

The post Menyiasati Stok Rokok bagi Calon Jamaah Haji appeared first on Komunitas Kretek.

Menalar Sanksi Denda dan Orientasi Perda Kawasan Tanpa Rokok

$
0
0

Di Indonesia, konsumen rokok boleh jadi merupakan konsumen barang legal yang paling menderita. Kenapa demikian? Ya, perokok di Indonesia diposisikan serba kesulitan. Mulai dari ruang untuk merokok hingga diskriminasi sosial dalam bentuk stigma negatif. Kesulitan menjadi perokok di Indonesia semakin lengkap dengan tumbuh kembang Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah.

Kalau mau jujur, sebenarnya ada beberapa gagasan baik yang melandasi lahirnya Perda KTR. Di antaranya adalah gagasan untuk menyediakan ruang publik yang bebas asap rokok bagi masyarakat yang bukan perokok. Selain itu, Perda KTR juga menjadi panglima dalam mengontrol perilaku bandel oknum perokok yang kurang edukasi. Sialnya, gagasan yang sebenarnya positif itu cenderung disusupi kepentingan lain yang diskriminatif.

Perda KTR harusnya berorientasi pada kesetaraan hak (antara perokok dan bukan perokok). Mereka yang bukan perokok mendapat jaminan bebas asap rokok, dan para perokok juga harus mendapat ruang merokok yang dijamin oleh regulasi yang sama. Pertanyaannya: apakah semua Perda KTR telah mengatur poin terkait keberadaan ruang merokok? Jawabannya, tidak!

Pada poin inilah Perda KTR dinilai diskriminatif. Setidaknya begitu menurut saya. Semangat utama dari Kawasan Tanpa Rokok sejatinya adalah pembagian hak; antara perokok dan bukan perokok. Pada praktiknya, semangat ini bergeser menjadi pelarangan pada aktivitas merokok. Sungguh amanat Undang-undang jadi semakin bias dengan pergeseran semangat ini.

Implikasi dari pergeseran semangat ini adalah cara pandang awam yang diskriminatif pada perokok. Hasil dari mengkonsumsi berbagai kampanye hitam tentang rokok, masyarakat semakin membenci rokok. Para perokok pun ‘terasing’. Padahal, mengakomodir hak perokok bukan hanya diwujudkan dengan ketersediaan ruang merokok saja, tapi juga menghormati pilihan seseorang menjadi perokok, mengakui bahwa merokok adalah aktivitas legal.

Dalam kondisi ini Perda KTR memainkan peran penting. Sanksi pidana dan denda yang dijadikan sebagai ancaman semakin menempatkan perokok dalam jurang stigma. Sudah banyak kritik pada muatan sanksi pidana dalam Perda KTR. Faktanya, beberapa daerah justru menyusul dan membuat regulasi dengan kontroversi serupa.

Mengenai sanksi denda juga cukup mencengangkan. Kita bisa melihat betapa perokok semakin dijepit lewat ancaman denda yang fantastis. Di Sumatera Barat dan Parepare, misalnya, Perda KTR setempat memuat ancaman denda Rp 50 juta bagi siapapun yang merokok di KTR. Ya, anda gak salah baca. Lima Puluh Juta Rupiah. Di Kota Yogyakarta, merokok di KTR terancam denda Rp 7,5 juta. Di Bekasi besaran ancamannya adalah denda Rp 1 juta.

Saya sepakat bahwa ruang perokok harus dikondisikan agar menjaga hak masyarakat lain yang tidak merokok. Saya juga tidak membenarkan para perokok yang ngudud sembarangan dan sesuka hati. Tapi, pemerintah bisa lebih bijak dan adil dalam mewujudkan kesetaraan hak masyarakat.

Melihat angka-angka fantastis dalam sanksi Perda KTR, saya kadang berfikir, kalau sampai ada yang dijatuhi sanksi denda sebesar itu, uangnya buat apa, yha?

Hmm..

The post Menalar Sanksi Denda dan Orientasi Perda Kawasan Tanpa Rokok appeared first on Komunitas Kretek.

Cara Chelsea Menghargai Hak Maurizio Sarri Sebagai Perokok

$
0
0

Klub Premier League, Chelsea FC, melewati dua pertandingan pra-musim dengan mulus. Pada uji coba pertama mereka berhasil mengalahkan tuan rumah Perth Glory dengan skor 1-0. Di uji coba kedua menghadapi Inter Milan mereka kembali meraih kemenangan, kali ini lewat babak adu penalti setelah bermain imbang 1-1 selama 90 menit. Hasil positif tersebut diyakini sebagai dampak perubahan strategi yang dibawa oleh Maurizio Sarri, pelatih anyar The Blues.

Tapi hasil pertandingan bukanlah hal utama yang hendak kita bahas. Perkara analisis pertandingan dan sebagainya biarlah Pandit Footbal yang mengurusi. Karena ini situs Komunitas Kretek, mari kita bahas perkara udud-nya saja.

Selain perubahan filosofi permainan, ada hal menarik yang akan sering kita temui saat menyaksikan Chelsea musim depan. Yap, Maurizio Sarri! Sarri menjadi menarik karena Ia merupakan seorang perokok. Konon, Sarri bisa menghabiskan hingga 80 batang rokok per hari atau sekitar 3 sampai 4 batang per jam. Sungguh jumlah yang tak bisa disebut sedikit bagi seorang pria berumur 59 tahun.

Saat melatih Napoli (klub asuhan Sarri sebelum Chelsea), Sarri kerap mengisap rokoknya saat sedang mendampingi anak asuhnya bertanding dari pinggir lapangan. Kebiasaan tersebut nampaknya harus segera ditinggalkan Sarri selama menukangi Chelsea. Pasalnya, aktivitas merokok di ruang publik tertutup di Inggris sangat dilarang.

Roman Abramovich, pemilik Chelsea, sempat melarang Sarri merokok. Abramovich menilai kebiasaan Sarri menjadi contoh buruk bagi para pemain sepak bola. Tuduhan ini serius dan jelas berlebihan. Setidaknya begitu menurut saya. Mesut Oezil, Lionel Messi, Radja Nainggolan, Wayne Rooney, Mario Balotelli dan beberapa pemain sepak bola terkenal yang lainnya merupakan perokok. Abramovich mau bilang apa?

Lalu, bagaimana Sarri mampu meracik strategi saat ‘teman berpikir’-nya dilarang masuk stadion?

Menyikapi hal tersebut, Chelsea dikabarkan sedang mencari spot terbaik di Stamford Bridge untuk membangun ruang merokok. Ruangan tersebut dipersembahkan khusus bagi sang manajer. Nantinya di ruangan tersebut Maurizio Sarri bisa menyusun strategi taktik permainan sambil ngudud. Dengan demikian Sarri bisa fokus pada pertandingan tanpa mengganggu dan terganggu.

Sebagaimana dilaporkan oleh Mirror, manajemen Chelsea sadar bahwa kebiasaan merokok Sarri tak bisa dihilangkan begitu saja. Sikap kooperatif manajemen The Blues boleh jadi didasari pengakuan banyak perokok yang merasa tenang berpikir saat merokok. Abramovich tentu tak mau bertaruh nasib Chelsea andai ide-ide brilian Sarri tak mengalir hanya karena dilarang merokok.

Dari Chelsea kita bisa belajar bahwa kerja sama dan saling menghormati akan nampak lebih harmoni. Anti rokok rasanya juga perlu memperhatikan ini; rokok, olah raga dan kesehatan bukanlah hal yang perlu dipertentangkan. Apalagi menuduh perokok minim prestasi. Waah, gak malu sama Messi?

The post Cara Chelsea Menghargai Hak Maurizio Sarri Sebagai Perokok appeared first on Komunitas Kretek.

Tembakau, Emas Hijau yang Tak Dimuliakan

$
0
0

Julukan emas hijau untuk tembakau sejatinya memiliki latar historis seperti julukan Indonesia yang dikenal juga sebagai zamrud katulistiwa. Kenapa disebut emas? Salah satu faktanya adalah unsur aurum yang terdapat dalam nikotin tembakau. Wanda Hamilton pada buku Nicotine War menjelaskan fakta ini lebih dalam. Tak pelak banyak kepentingan yang memperebutkan emas hijau ini, di antaranya adalah industri farmasi.

Berbagai literatur dan penemuan telah membuktikan bahwa emas adalah logam mulia yang mempunyai daya magis yang luar biasa, magis yang dapat memberi daya tarik bagi manusia untuk mendapatkannya. Tak pelak mineral aurum pada nikotin ini pula yang bagi dunia medis modern dibutuhkan untuk pengobatan kanker berbasis nanopartikel.

Namun fakta mengenai manfaat yang terkandung pada nikotin ini tidak semua memahaminya. Terlebih masyarakat awam yang terus dicekoki kampanye kesehatan yang melulu mendiskreditkan produk olahan tembakau berupa rokok. Padahal para ilmuwan dan peneliti asing telah sejak dulu banyak menghasilkan jurnal penelitian yang menjelaskan manfaat ajaib pada tembakau bagi kesehatan.

Belakangan mahasiswa dan peneliti dari Universitas Jember pun meluncurkan jurnal terkait perluasan manfaat tembakau ke dalam produk lain selain untuk rokok, termasuk pula shampo yang berbahan baku tembakau yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Dari sisi ini tidak terlalu mengemuka komentar antek-antek antitembakau di jagat media sosial, apa sebab? Karena tujuan rezim antitembakau salah satunya adalah mengalihkan pemanfaatan tembakau pada rokok.

Tembakau dan rokok kerap menjadi kontroversi di berbagai pemberitaan media. Masyarakat dijejali bandang informasi yang tak berimbang dari keunggulan komoditas yang telah memberi devisa besar bagi negara ini. Unsur mineral mulia (aurum) pada tembakau kerap ditutup-tutupi ketika itu berkaitan dengan rokok, dengan berbagai klaim pembenaran yang berujung pada: rokok membunuhmu.

Sebetulnya produk turunan yang berbasis pemanfaatan tembakau sudah sejak lama diproduksi oleh industri kesehatan maupun industri kecantikan. Selain berbasis dalil NRT (Nicotine Replacement Therapy), paradoks yang dicuatkan kepada khalayak global adalah kesan “memuliakan kesehatan” itu loh, yang kepentingan di baliknya justru bertujuan memonopoli paten dan perdagangan nikotin.

Emas hijau sejatinya merupakan komoditas yang sejak masa silam dimuliakan sebagai bagian dari kebutuhan spiritual masyarakat adat juga untuk pengobatan. Celakanya, di abad yang menjunjung logika kesehatan modern ini, pemuliaan terhadap tembakau justru mengarah pada kepentingan “kampanye kesehatan”, dalil yang kerap digunakan rezim kesehatan.

Di Indonesia bentuk pemuliaan terhadap produk olahan tembakau justru dicap sebagai ancaman. Kretek yang berbahan baku tembakau dan cengkeh, yang merupakan bukti kejeniusan masyarakat lokal berangsur tersingkirkan. Pabrik kretek rumahan terjegal oleh muatan regulasi yang tidak berpihak terhadap sektor industri kecil menengah tersebut.

Alih-alih pembatasan justru berujung penumpasan. Hal yang mulia pada emas hijau atas pemanfaatannya seakan dikaburkan dari posisinya sebagai komoditas strategis. Komoditas yang mampu mengangkat kesejahteraan serta martabat bangsa.

 

The post Tembakau, Emas Hijau yang Tak Dimuliakan appeared first on Komunitas Kretek.

Ketika Kopi Ikut Dimusuhi Anti Rokok

$
0
0

Ada-ada saja memang kelakuan anti rokok. Tidak puas menyerang rokok, teman-teman rokok pun ikut dicitrakan buruk. Isu buruk tentang rokok sudah kepalang banyak dikampanyekan, kini kopi juga disebut berbahaya. Mereka lantas menyimpulkan bahwa kolaborasi antara rokok dengan kopi adalah komposisi paripurna menuju penyakit jantung paling berbahaya dan bahkan berujung kematian.

Kalau kita lihat polanya, kelakuan mereka mirip dengan karakter remaja menye-menye melankolis. Kalau sudah gak suka sasma seseorang, remaja menye-menye ini akan turut membenci orang-orang di lingkarannya. Jangan tanya apa alasannya, pokoknya teman dari musuhku adalah musuhku juga. Kira-kira begitu.

Kembali menyoal rokok dan kopi. Ada beberapa artikel yang memuat hasil penelitian ahli gizi yang entah siapa namanya. Dalam artikel disebut bahwa kopi, pada titik tertentu, dapat menurunkan kepadatan tulang. Sedangkan rokok mereka klaim dapat merusak sistem saraf pusat, kadar gula darah meningkat, pembuluh darah menyusut dan arteri semakin rusak.

Ahli gizi yang entah siapa namanya tersebut menjelaskan bahwa kopi melembapkan tubuh, dan jika dikombinasikan dengan rokok, itu akan meningkatkan keasaman dan merusak lambung. Kerusakan lambung kemudian akan memberikan beban berlebih pada jantung hingga jantung melemah akibat kejahatan rokok dan minuman kafein. Begitulah narasi yang mereka bangun.

Saya bisa saja bikin narasi serupa, tapi buat apa? Misal saya bilang: kandungan kafein dalam kopi bisa menghidupkan hormon antimerem, lalu kandungan nikotin dari rokok mampu mengumpulkan senyawa-senyawa antilemes dalam tubuh yang apabila bertemu dengan hormon antimerem akan meningkatkan kapasitas otak kanan hingga kerja-kerja otak yang semakin meningkat secara otomatis akan memudahkan kerja organ tubuh lain seperti jantung dan ginjal, kamu mau percaya?

Saya bukan ahli gizi, tapi, saya agak risih buat percaya sama narasi yang tendensius ala anti rokok. Yang saya tahu, rokok itu bikin rileks, ngopi itu bikin fokus. Ngerokok sambil ngopi bikin rileks dan fokus. Sudah. Gak perlu panjang kali lebar.

Masalah selanjutnya, kalau kopi disebut berbahaya, waah, bisa lahir puisi dari para pecinta kopi yang terkenal filosofis. Bagi mereka kopi bukan sekadar minuman, tapi sebuah penghayatan. Menyeduh minuman hitam pekat tersebut merupakan sebuah proses yang tak sembarangan. Masing-masing orang punya porsi atau bahkan racikan masing-masing. Karena itu, keberadaan kopi begitu hidup. Sebab, penuh filosofi dan perjalanan.

Pun demikian halnya dengan rokok dan perokok. Perokok menolak anggapan bahwa rokok hanya berkaitan dengan kesehatan jasmani saja. Bagi perokok, kesehatan jiwa juga hal yang punya proporsi penting. Anti rokok hanya berkutat menuduh rokok menyebabkan penyakit jasmani, di sisi lain para perokok semakin sehat jiwanya. Jiwa sehat inilah yang menjadi rahasia kecerdasan kaum perokok.

Tanpa perlu ditakut-takuti penelitian yang absurd, seorang perokok yang gemar ngopi akan bijak memaknai hidup sebagai sebuah proses menuju kematian.

The post Ketika Kopi Ikut Dimusuhi Anti Rokok appeared first on Komunitas Kretek.

Apakah Perokok Akan Melarang Anaknya Merokok?

$
0
0

Saya kira semua orang bakal bersepakat bahwa anak-anak memang belum boleh merokok. Baik yang tidak ataupun merokok bakal berpendapat demikian. Jadi, tidak tepat kiranya jika seseorang berpandangan bahwa perokok itu mendukung perokok. Sungguh tidak tepat.

Tapi tentu saja, dengan perspektif yang berbeda, pandangan perokok terkait hal ini lebih banyak menyangkut perkara kesadaran dan tanggung jawab sosial. Anak-anak atau remaja, yang belum berusia 18 tahun, belum diperbolehkan merokok karena mereka memang belum cukup umur. Belum punya mental yang cukup untuk bertanggungjawab atas konsumsi suatu barang bernama rokok.

Rokok adalah satu barang konsumsi yang punya potensi mengganggu kenyamanan orang lain. Jadi, jika mau mengonsumsinya, seseorang harus punya kesadaran akan tanggung jawab yang tinggi untuk tidak mengganggu orang lain. Sederhananya begitu.

Masalahnya, kebanyakan orang yang merokok di bawah umur justru melakukan berbagai perilaku yang mengganggu orang lain. Mulai dari buang puntung sembarangan, merokok di angkutan umum, juga merokok di tempat umum dengan sembarangan. Kami kira, persoalan inilah yang kemudian membuat anak-anak belum boleh merokok.

Jika kebiasaan macam itu dipupuk sejak dini, tentu saja bakal menyuburkan segala tindakan tidak baik soal perokok. Suburnya pandangan orang bahwa perokok itu jahat dan tidak bisa bertanggungjawab muncul dari kelakuan anak-anak yang merokok plus fase lanjutan mereka; para orang dewasa yang tidak tahu aturan dan kesantunan.

Meski kita sama-sama tahu bahwa rokok adalah barang konsumsi yang memiliki risiko terhadap penyakit tertentu, bukan ini perkara utama kenapa rokok menjadi musuh bagi sebagian masyarakat. Tapi karena perilaku tidak baik dari perokok sendirilah kemudian rokok dianggap buruk dan perokok dianggap jahat.

Perkara kesehatan adalah urusan masing-masing. Dalam arti, seseorang harus tahu batasan konsumsi dan tetap melakukan pola hidup sehat jika memang tidak ingin terserang penyakit. Dan hal-hal semacam ini bukanlah menjadi persoalan utama dalam urusan buruknya pandangan seseorang pada perokok.

Saya percaya, suatu saat nanti masyarakat bakal bisa lebih terbuka jalan pikirannya tentang rokok. Tentu saja dengan syarat: para perokok harus bisa bertanggungjawab dan memiliki kesadaran untuk menjadi perokok yang santun. Selama kita bisa membuktikan bahwa orang-orang yang merokok tidak akan mengganggu kenyamanan orang-orang yang tidak merokok, impian tadi bukanlah hal yang mustahil.

Nantinya, saya kira, tidak akan ada lagi orang-orang yang menjelek-jelekkan perokok, mendiskriminasi perokok, atau memberi stigma buruk pada perokok. Tidak akan ada calon mertua yang membuat kita kaget ketika memberi pertanyaan: kamu tidak merokok kan? Juga tidak ada lagi celetuk, “daripada dibelikan rokok, mending ditabung buat biaya nikah.”

Atau nantinya, kalau (akhirnya) kita bisa menikah, tidak bakal ada pertanyaan, “memang kamu mau melihat anak atau istrimu merokok?” Hadeeeeh, kalau ada pertanyaan begini, kita jawab saja: “Selama istri saya mau, dan anak saya sudah berusia 18 tahun, saya tidak bakal melarangnya.” Ah, jadi ingin nikah.

The post Apakah Perokok Akan Melarang Anaknya Merokok? appeared first on Komunitas Kretek.


3 Trik Membuat Asap Rokok Terlihat Menakjubkan

$
0
0

Banyak hal menarik yang bisa didapat dari aktivitas merokok. Tentu bukan perkara cita rasanya saja yang didapat dari kandungan sebatang rokok. Asap rokok turut pula ambil bagian dalam menegaskan adanya rokok sebagai penunjang aspek rekreatif.

Setiap kepulan asap rokok yang kita keluarkan kadang mencipta suatu abstraksi tersendiri. Mewujud sesuka Ia membawa takdirnya sebagai asap untuk kemudian lesap. Mungkin itulah yang dimaknai oleh seorang penyair dengan istilah “tarian asap”.

Sebagian perokok ada yang terpesona dengan sensasi tarian asap itu. Bahkan ada yang mampu merekayasa asap rokok dengan teknik tersendiri sehingga membentuk sesuatu yang menyerupai simbol-simbol tertentu.

Ada tiga teknik yang saya ketahui, baik dari berbagi ulasan di internet juga dari teman sesama perokok yang terbilang cukup terampil merekayasa asap rokok. Sehingga asap rokok yang dikeluarkan dari mulutnya dapat mempesona dirinya juga teman perokok di dekatnya. Baiklah, saya paparkan secara singkat melalui rubrik ragam ini

Pertama, teknik membuat cincin di udara.

Ini hal yang paling lazim kita temui dan agaknya keterampilan membuat cincin (lingkaran) di udara ini sudah bukan hal baru, terutama bagi perokok yang senang menikmati cincin asap itu berlaga di pandangannya.

Teknik sederhananya begini, mula-mula isap asap rokok sebagian. Lalu tahan asapnya di tenggorokan, tidak hanya di dalam mulut. Kemudian gerakkan lidah ke arah belakang tenggorokan. Dengan mulut tertutup, tarik lidah ke belakang, tahanlah agar mengarah ke bawah dasar mulut agar asap bergerak menjauh dari bibir. Selanjutnya bentuklah mulut menyerupai huruf “O”.

Secara bersamaan monyongkan mulut seakan-akan mengucap huruf “U”.  Ukuran lingkaran sebaiknya sebesar mungkin tapi tetap sesuai nyamannya saja. Usahakan jangan terlalu menekan, berikan ruang untuk bergerak. Lalu dorong sebagian kecil asap untuk keluar.

Kedua, teknik membuat simbol love.

Setelah mampu dengan baik membuat cincin asap berdasar teknik yang diterangkan pada bagian teknik pertama. Teknik membuat simbol love yang paling mudah adalah dengan menjentikkan jari secara lembut, tepat di atas asap yang membentuk cincin. Jika sudah dilakukan dengan tepat, maka gelombang kejut dari jari kita itu akan mendorong bagian atas asap cincin ke bawah menjadi bentuk love.

Bisa juga dengan cara menusuk asap ke bawah dengan jari telunjuk, tetapi cara ini bisa bikin bentuk cincin asapnya gampang rusak, jika sudah rusak mau tak mau bikin lingkaran asap lagi deh.

Ketiga, teknik membuat asap rokok seperti air terjun anti gravitasi.

Dimulai dengan isap rokok dulu, cukup satu tarikan nafas panjang saja, tujuannya agar asap terkumpul banyak di dalam mulut, kemudian tahan dalam mulut, kalo perlu kembungkan pipi agar kapasitasnya lebih banyak. Selanjutnya monyongkan bibir bawah, seolah-olah gigi bawah lebih panjang. Selanjutnya hembuskan asap secara perlahan. Nah bersamaan dengan saat menghembuskan asap tersebut, tarik nafas dari hidung perlahan, dan anda akan membuat air terjun asap yang mengalir ke hidung.

Ketiga trik tersebut sebaiknya dilakukan di dalam ruangan, pastikan jauh dari jangkauan anak-anak. Terhindar dari angin yang mengganggu dan tidak dianjurkan dilakukan di luar ruang yang areanya lebih cocok untuk main layang-layang. Haiya, ketiga teknik di atas berpotensi bikin batuk atau tersedak loh kalau belum mampu menguasai tekniknya dengan baik. Selamat mencoba.

The post 3 Trik Membuat Asap Rokok Terlihat Menakjubkan appeared first on Komunitas Kretek.

Menjadi Diri Sendiri Dengan Iqbal Yang Kali Ini Merokok

$
0
0

Pada saat ini kehadiran rokok dengan publik figur, sekelas artis masih menjadi perbincangan yang terus meledak di jagad media. Khususnya aktivitas tersebut dinilai buruk, karena sebagaimana harus mencirikan citra baik kepada khalayak. Namun tidak semata-mata para artis tutup mulut dengan kebiasaan merokoknya, ada yang angkat bicara atau tidak peduli dengan komentar miring yang menghujat.

Sederat nama papan atas tanah air mempunyai dasar tersendiri kenapa mereka bisa sampai melangsungkan kegiatan merokok. Kita bisa ambil contoh, seperti Danilla dengan aktivitas merokoknya di atas panggung dan Ariel Tatum yang menganggap rokok sebagai kesukaan yang Ia cintai, dengan sedikit menyenggol para warganet yang mencibirnya lewat kata-kata “biar rusaklah mulut saya, selama mulut ini tidak pernah menyakiti manusia”. Kemudian bukanlah alasan, kalau hari ini mereka menjadikan rokok sebagai nilai dongkrak popularitas. Sebab mereka dapat menebar karir tidak hanya dengan itu, bahkan tidak mungkin kalau dinalar secara logika.

Termasuk kepada salah seorang artis yang saat ini tengah diperbincangkan atas unggahan foto yang menunjukkan aktivitas merokok. Nama orang tersebut sangatlah akrab di para telinga remaja. Bahkan baru sampai mendengar namanya saja bisa bikin baper gadis-gadis remaja. “Jangan rindu. Ini berat. Biar aku saja”. Nah, sudah baper belum atau malah sudah meneteskan air mata?”

Dia adalah Iqbal Ramadhan. Sejak kemunculannya di film Dilan, semua orang sibuk membicarakannya. Terlepas dari dia sebagai aktor utama, memang faktor yang mendukung selanjutnya adalah wajahnya yang tampan. Gayanya yang sangat autentik, maka wajarlah sangat digilai para remaja wanita.

Dengan gaya santai dan tidak terpengaruh orang lain. Dia juga menerima apa adanya tentang dirinya dan nyaman atas pilihannya. Termasuk hal yang tengah marak diberitakan terkait dirinya dan rokok.

Sudah jelas terkait perkara ini yang getol angkat bicara pasti para penggemarnya Iqbal. Para fans sangat menyayangkan kabar Iqbal merokok. Tidak sampai dengan rokoknya, pada unggahan foto tersebut Iqbal bersama teman-temannya tengah kedapatan berpose asik sambil ditemani minum-minuman. Dan hal itu dinilai warganet sebagai aktivitas yang buruk dan dapat mempengaruhi kesehatannya. Memang menimbulkan komentar beragam, pro maupun kontra. Ya, kita semua paham, itu merupakan suatu bentuk kepedulian.

Kalau dari kaca pandang saya, bahwa dengan usia Iqbal yang saat ini akan menginjak dewasa, bukanlah satu kebiasaan aneh. Banyak para artis yang suka melakukan hal seperti itu lebih dulu, mungkin Iqbal saat ini yang sangat  begitu disoroti. Namun yang perlu dicermati adalah, rokok diperuntukkan pada orang yang sadar dan bertanggungjawab. Iqbal bisa menjamin akan hal itu dan dapat terselesaikan secara dewasa.

Kita coba kembali tengok pada sosok Dilan yang diperankan sebagai remaja yang nakal dan bandel, alih-alih itu bisa jadi hanya sebatas pendalaman karakter saja. Atau boleh jadi juga Iqbal mulai mencari jati diri. Karena bersiap menghadapi fase selanjutnya dalam hidup, dimana pergaulan dan lingkungan harus sudah mulai dia pahami dengan dewasa.

 

The post Menjadi Diri Sendiri Dengan Iqbal Yang Kali Ini Merokok appeared first on Komunitas Kretek.

Rencana Ngawur Penghapusan Bantuan Sosial Bagi Perokok

$
0
0

Perokok di negeri ini agaknya akan terus menjadi golongan yang dimiskinkan oleh negara. Bagaimana tidak, ketika logika yang dipakai pemerintah untuk menekan angka kemiskinan justru berbasis paradigma yang diskriminatif. Rencana pemerintah yang ingin menghapus bantuan sosial kepada penerima PKH (Program Keluarga Harapan) yang merokok itu jelas ngawur.

Ngawurnya itu ada kesan kementang-mentangan pemerintah a.k.a penguasa sebagai pemberi bantuan sosial. Logika dalam membaca meningkatnya angka kemiskinan saja sudah keliru. Misalnya soal cara menilai daya beli masyarakat terhadap rokok, lha wong perokok bisa merokok juga tidak berarti didapat dari membeli kok. Ingat loh kultur sosial perokok di Indonesia ini unik terbilang, tidak bisa diukur secara linear dengan logika ekonomi yang diajarkan di papan tulis.

Lucunya lagi pakai dibanding-bandingkan dengan ‘lebih baik duit bantuan sosialnya dibelikan telur, beras, daging ayam atau makanan penunjang lainnya’. Sementara adanya kebutuhan belanja pulsa listrik—yang TDL-nya naik melulu—serta kebutuhan quota internet untuk masyarakat tetap ngeksis, itu tidak dihitung punya andil menganggu anggaran. Pokoknya rokok lah ya yang mengganggu anggaran belanja orang susah, dan yang bikin penerima PKH tidak pula lekas terbebas dari persoalan kemiskinan.

Iya pastinya jadi lebih ngawur juga kalau pilihan ekonomisnya; mari berlomba-lomba untuk kembali hidup di masalalu. Pergi bekerja pakai sepeda onthel dari Pamulang ke Jakarta, biar sehat berotot dan irit, peduli setan sama nasib Ojol deh. Ganti semua moda transportasi umum seturut kurikulum go green; tukar buskota dengan delman.

Habis itu ambil cara yang lebih ekstrim, tutup semua pabrik rokok. Karena kontribusi asap rokok lebih mengancam udara dibanding populasi limbah industri dan pertumbuhan apartemen yang menggusur ruang tumbuh masyarakat. Perkara serangan migran mendadak akibat beban nasib yang terjerat skema lising di sana-sini, itu hal lain. Sudahlah, tak perlu itu dihitung sebagai faktor yang menstimulus penyakit sosial dan kemiskinan di masyarakat.

Eh tapi, penggunaan uang dari kenaikan cukai rokok tiap tahun sebetulnya untuk memakmurkan siapa? Iya saya sebagai perokok sih rela-rela saja kalau memang duit cukai rokok buat tambal-sulam kas negara, apalagi kalau memang sesuai peruntukannya, pokoknya asal dikelola dengan baiklah. Tapi tolong jangan diskriminasi perokok dong.

Niat baik pemerintah dalam kerangka peduli terhadap pendapatan penerima bantuan sosial tentu boleh-boleh saja. Tetapi kalau itu menuntut komitmen untuk berhenti merokok sampai ada ancaman penghapusan bantuan sosial, jelas kelewatan. Mau meningkat atau menurunnya angka perokok, tetap saja angka kemiskinan masih jadi mainan rezim statistik.

Tak dipungkiri memang akses atas pelemahan rupiah terhadap dollar AS yang belakangan mengemuka dalam pemberitaan membawa dampak beruntun terhadap banyak hal. Belum lagi struktur produksi pangan di Indonesia yang juga memberi andil kenaikan harga-harga bahan pokok. Baik itu telur maupun daging ayam, kenaikannya cukup bikin puyeng masyarakat, terutama bagi yang berpenghasilan pas-pasan.

Syukurnya masih ada rokok sebagai sarana rekreatif untuk meluruhkan kepuyengan itu, meski memang harus agak diatur dalam mengonsumsinya. Tetapi kalau penerima bantuan sosial yang merokok sampai dipaksa berhenti merokok. Waduh. Kok ya orang susah untuk menikmati secuil kesenangan saja masih harus dirampas oleh aturan ngawur macam itu. Jika memang harus begitu, iya negara harus siap menerima penyusutan devisa dari konsumen rokok. Mau dapat devisa pengganti dari pasar ayam dan telek lencung gitu?

The post Rencana Ngawur Penghapusan Bantuan Sosial Bagi Perokok appeared first on Komunitas Kretek.

Pelajar Perokok Butuh Edukasi, Bukan Hukuman Memakan Tembakau

$
0
0

Tidak ada yang bisa dibenarkan dari seorang anak kecil yang merokok. Tentu yang  dimaksud anak kecil di sini adalah anak di bawah usia 18 tahun. Jika sudah di atas itu, seseorang sudah dikategorikan sebagai insan yang dewasa dan mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sendiri. Termasuk dalam hal merokok.

Harus diakui, kebiasaan merokok masih banyak terjadi di kalangan anak-anak. Dari fenomena ini kita belajar bahwa orang tua harus lebih proaktif dalam menjaga dan melindungi anaknya. Akan sangat sulit bagi kita menuntut pertanggungjawaban dari seorang anak yang bahkan belum mampu untuk memahami tindakannya sendiri.

Minggu lalu, sedikitnya 20 siswa MTS Darul Fikri di Desa Pasir Ipis, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi dilaporkan dihukum memakan tembakau karena kepergok merokok di sekolah. Satu diantaranya dikabarkan keracunan tembakau dan harus mendapatkan perawatan medis. Para orang tua siswa keberatan dengan hukuman yang diberikan. Kontroversi pun terjadi.

Ada pihak yang mendukung sikap Arya, sang guru yang memberi sanksi. Tak sedikit pula yang mengkritisi. Biar bagaimanapun, menurut saya, menghukum seorang anak yang merokok dengan sanksi memakan tembakau adalah hal yang tak masuk akal. Masih banyak cara yang lebih mendidik dan masuk akal jika tujuannya adalah memberi pemahaman.

Alasan seorang guru menghukum siswa yang kepergok merokok kurang lebih adalah karena faktor kedisiplinan. Selain itu, faktor risiko kesehatan juga jadi alasan lain mengapa seorang pelajar dinilai belum layak untuk merokok. Masalahnya, bukankah hukuman memakan tembakau justru menimbulkan risiko yang sama dengan aktivitas merokok? Atau sang guru menganggap bahwa memakan tembakau adalah treatment ampuh menghilangkan kebiasaan merokok?

Tak hanya memakan tembakau, Arya juga memaksa muridnya untuk terus merokok hingga kapok. Ide gila macam apa ini?

“Saat itu kami ketahuan merokok, lalu kami semua dihukum untuk merokok bako tampang, dan kami dipaksa memakan bakonya hingga muntah,” jelas EG, salah satu siswa kelas IX yang mendapat hukuman.

“Katanya enggak boleh merokok, tapi malah disuruh merokok lagi di sekolah. Udah gitu, bakonya disuruh dimakan. Sampe rumah anak saya langsung sakit,” ungkap Hendra (40 tahun), orang tua salah satu siswa.

Bunyamin, Ketua Yayasan dari MTS Darul Fikri mengaku kalau hukuman yang diberikan Arya berlebihan dan semua terjadi tanpa sepengetahuannya.

“Kami menyadari hukuman yang diberikan memang sedikit berlebihan, namun itu semua untuk menimbulkan efek jera bagi siswa,dan itu diluar sepengetahuan saya,” jelas Bunyamin.

Begini.. saya bukan hendak membela siswa yang merokok, tapi sekolah adalah hak dasar anak, jadi sekolah harus mendidik, bukan ‘menyiksa’ siswa yang jelas-jelas butuh bimbingan. Mengenai aktivitas merokok, saya lebih menyarankan agar pihak sekolah justru lebih proaktif dan serius dalam membina laku siswanya.

Alangkah lebih mulia jika guru menyadarkan para siswa yang merokok bahwa mereka bisa tetap merokok, tapi nanti, di usia 18 tahun kelak. Ingatkan mereka bahwa usianya saat ini adalah usia seorang pelajar yang memang harus fokus belajar. Tenaga pendidik harus sadar, menyiksa siswa perokok lebih keji daripada aktivitas merokok itu sendiri. Begitu kira-kira.

The post Pelajar Perokok Butuh Edukasi, Bukan Hukuman Memakan Tembakau appeared first on Komunitas Kretek.

Apa sih Fungsi Perda KTR Itu?

$
0
0

Sejak dahulu kala, hanya ada satu akar masalah dari segala keributan soal rokok. Tentu saja bukan perkara kesehatan. Untuk persoalan ini, rokok memang punya faktor risiko terhadap penyakit tertentu, sama seperti barang konsumsi lain. Juga bukan perkara rokok itu memiskinkan, toh banyak orang tidak merokok juga miskin.

Tidak lain dan tidak bukan, persoalan itu adalah kenyamanan orang lain terhadap paparan asap yang ditimbulkan rokok. Sudah, itu saja perkaranya. Tidak perlu bawa-bawa yang lain.

Rokok memang menjadi satu barang konsumsi yang punya dampak kepada orang lain. Asap yang dihasilkan, bisa saja terpapar pada orang lain dan mengganggu kenyamanan mereka. Seandainya orang-orang yang merokok tidak memaparkan asap rokok, mungkin mereka tidak bakal ambil pusing. Seperti kebanyakan ucapan mereka, “Kalau merokok, asapnya telan aja.”

Pada perkara inilah, masalah timbul akibat rokok. Hak orang-orang yang tidak suka asap rokok, harus dijamin. Karenanya, dibuatlah satu regulasi yang dapat mengatur dan menjamin hak semua orang dalam perkara rokok. Yakni regulasi tentang kawasan tanpa rokok.

Inilah esensi dari regulasi soal KTR, melindungi hak orang-orang yang tidak merokok dari paparan asapnya. Bagaimana caranya, ruang-ruang untuk merokok dibatasi. Tak bisa orang sembarangan merokok di ruang publik, karena itu bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Karena itu juga, dibuatkan satu aturan soal Ruang Merokok yang harus tersedia di kantor dan tempat umum lainnya sebagai upaya menjamin hak orang yang tidak merokok.

Lah, kok penyediaan ruang merokok jadi alasan untuk melindungi hak orang yang tidak merokok?

Jadi begini. Tidak terganggu paparan asap rokok itu adalah hak. Benar. Merokok juga hak sebagian orang lainnya. Lagipula, rokok masih menjadi barang legal. Masih boleh dikonsumsi meski dibatasi dalam beberapa persoalan. Nah kalau orang yang sudah beli rokok terus cuma dilarang untuk mengonsumsinya, mereka bakal berontak. Sembarang lah mereka merokok tanpa peduli hak orang lain.

Karenanya, penyediaan ruang merokok justru menjadi poin penting dalam perkara menjamin hak masyarakat. Tanpa keberadaan ruang merokok, bisa jadi malah orang-orang yang merokok tidak peduli keadaan. Lah, ruang merokoknya tidak ada, ya mereka merokok seenaknya saja. Kalau sudah begini, kan hak orang yang tidak merokok justru terancam.

Untuk itulah, tafsir-tafsir berlebihan terhadap urusan KTR harus segera diminimalisir. Lah esensi dari Perda KTR itu adalah menjamin hak masyarakat, bukannya mengurusi pelarangan penjualan rokok atau hal-lain yang berlebihan. Kalau melulu KTR ngurus hal yang tidak perlu, esensi dan tujuan dari regulasi tersebut malah tidak akan tercapai.

Coba bayangkan, rokok adalah barang legal yang tidak boleh dikonsumsi orang. Orang beli rokok pakai uang, uangnya buat negara. Pemerintah bikin aturan agar orang tidak bisa merokok, tapi duit perokok tetap diinginkan. Dan apa yang akan terjadi; pembangkangan massal terhadap aturan yang dibuat pemerintah.

Jadi jangan salahkan perokok jika nantinya hak masyarakat yang tidak merokok malah terampas karena regulasi salah tafsir yang mereka buat sendiri. Perokok mah sama kayak Pak Jokowi, walau tidak suka cari masalah tapi kalau diajak berantem ya kami ladeni. Gitu, Pak.

The post Apa sih Fungsi Perda KTR Itu? appeared first on Komunitas Kretek.

Aplikasi Untuk Berhenti Merokok Tak Berarti Menjawab Persoalan Kesehatan

$
0
0

Stigma buruk terhadap rokok dan aktivitas merokok selalu saja dikait-kaitkan dengan isu kesehatan. Dampak kecanduan dan penyakit yang ditimbulkan menjadi teror yang mengusik kesadaran masyarakat dunia. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengamini seluruhnya teror yang mendiskreditkan rokok dan aktivitas merokok.

Gaya hidup masyarakat yang serba multitasking ini memang perlu dikritisi dalam beberapa konteks. Tentu tak hanya perkara pola konsumsi. Penggunaan smartphone pun sangat berpotensi mengancam kesehatan. Radiasi ponsel salah satu pencetus tumbuhnya tumor otak dan insomnia.

Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC), bagian dari WHO, dalam ulasannya tentang bukti penggunaan smartphone, para peneliti telah mengungkapkan bahwa penggunaan smartphone memiliki kemungkinan adanya bahaya karsinogenik pada manusia.

Celakanya, terkait bahaya radiasi gelombang elektromagnetik smartphone sedikit sekali media yang mengangkat isunya. Melulu perkara rokok dan rokok saja yang dilariskan sebagai musuh bersama.

Belum lama ini telah dikembangkan satu inovasi berbasis smartphone yang konon mampu membantu orang untuk berhenti merokok. Indikasi dari dikembangkannya teknologi yang membaca sensor gerak aktivitas merokok ini berpijak pada asumsi bahwa kecanduan merokok telah merenggut banyak korban. Secara terminologi yang dibingkai dengan istilah “kecanduan” saja sudah keliru.

Merokok kerap dibingkai sebagai aktivitas yang adiktif, padahal tidak sedikit loh perokok yang bisa saja berhenti tanpa harus dibantu oleh perangkat apapun. Bisa berhenti kapanpun mereka mau. Lain itu bahaya atas penggunaan smartphone yang menjadi medium terapi berhenti merokok ini terlalu sempurna untuk dipercaya.

Jika kita membaca motif dan skema kerja rezim antitembakau yang kerap memainkan isu kesehatan sebagai dalilnya. Tak lain di antaranya adalah untuk melariskan produk terapi berhenti merokok, baik itu melalui balai-balai kesehatan, maupun produk-produk NRT (Nicotine Replacement Therapy). Jelas targetnya untuk mengusai pasar perokok.

Jika memang mereka peduli akan kesehatan masyarakat dunia, mestinya ada upaya juga untuk mengembangkan teknologi smartphone yang nol radiasi nirbahaya. Tapi apa mungkin? Biar bagaimanapun kita tahu, bahwa semua produk konsumsi pula teknologi penunjang kebutuhan manusia membawa konsekuensinya masing-masing.

Tapi apakah rezim antitembakau mau obyektif dan proporsional dalam menyikapi persoalan yang dibingkai sebagai bahaya “kecanduan”? Setidaknya mau berlaku adil bahwa ada ancaman lain yang juga berpotensi sebagai pencetus kanker di luar produk legal rokok. Bahwa ada hal yang perlu juga menjadi perhatian penting yang berkenaan dengan isu kesehatan.

Bukan tidak mungkin memang, pengembangan inovasi berbasis smartphone untuk terapi berhenti merokok ini kemudian akan dilariskan di Indonesia yang masyarakatnya cenderung latah. Dalam hal ini bukan berarti saya alergi dengan inovasi dan perkembangan teknologi. Tetapi seyogyanya masyarakat luas juga diedukasi melalui informasi yang proporsional terkait bahaya “kecanduan” yang ditimbulkan dari penggunaan smartphone yang tidak bijak. Alih-alih ingin membuat orang berhenti merokok, tetapi dampak dari bahaya kesehatan di baliknya justru diabaikan.

 

 

The post Aplikasi Untuk Berhenti Merokok Tak Berarti Menjawab Persoalan Kesehatan appeared first on Komunitas Kretek.

Bukan Cuma Perokok, Vapers Juga Perlu Diedukasi

$
0
0

Tiba-tiba akun Instagram milik @agnesiachristy ramai menjadi perbincangan dan mayoritas isinya adalah hujatan. Hujatan itu datang karena diunggahnya video seorang vapers laki-laki yang menghembuskan asap vape ke wajah seekor monyet.

Kejadian itu terjadi pada hari Minggu di kebun binatang Batu Secret Zoo Jatim Park 2  Malang, Jawa Timur. David sang pelaku yang menghembuskan asap vape ke wajah seekor monyet jenis red-tailed guenon atau Cercopithecus Ascanius itu membuatnya sampai tersedak. Sang pelaku mengaku hanya iseng menghembuskan asap vape ke primata asli Afrika itu, namun di balik keisengannya itu ada harga yang harus dibayar David. Akibat kejadian itu juga  sang monyet harus dikarantina untuk mengetahui dampak dari kejadian tersebut.

Kejadian konyol ini kembali mengingatkan saya pada kampanye perokok santun yang sampai saat ini masih dikampanyekan oleh teman-teman. Kampanye yang mengajak teman-teman perokok baik perokok kretek maupun pengguna vape untuk sama-sama menghargai hak-hak teman maupun satwa untuk tetap bisa menghirup udara segar.

Kejadian ini seakan menampar kita bahwa nyatanya bukan hanya perokok yang perlu diedukasi, lebih dari itu, vaper juga perlu diedukasi. Membawa rokok atau vape ke suatu tempat umum memang tidak salah, namun menggunakannya di tempat yang tidak seharusnya adalah kesalahan fatal. Terlebih kejadian itu terjadi dikawasan konservasi dan sang pelaku menyemburkan asap vape  yang begitu lebat ke seekor monyet kecil.

Keegoisan vapers yang merasa mereka tidak perlu menggunakannya di ruang merokok yang sudah disediakan juga pernah saya alami. Mereka menganggap asap vape tidak berbahaya dan merasa benda yang dibawanya itu bukan rokok dan menghasilkan asap yang memiliki wangi yang berbeda dengan rokok.

Tentu hal itu sangat tidak dibenarkan, asap vape yang dihembuskan juga memiliki dampak bagi pengisapnya, apalagi jika yang di sekitarnya turut terpapar asap tersebut. Maka, sudah seharusnya para vaper melakukannya di ruang merokok.

David sudah meminta maaf memang, dan permintaan maaf itu dilakukan dengan menemui langsung pihak pengelola kebun binatang secara langsung. Tapi kejadian ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya permohonan maaf saja, perlu adanya kampanye lebih kepada para perokok maupun vapers untuk lebih bijak dalam melakukan kegiatan merokoknya.

Seperti kebanyakan kejadian-kejadian sebelumnya, hukum aksi-reaksi akhirnya kembali terlihat. Setelah kejadian ini, pihak pengelola kebun binatang mengaku akan semakin menggencarkan pemberitahuan kepada pengunjung untuk tidak merokok ketika berkeliling kebun binatang. Dan menginformasikan ruang merokok yang sudah tersedia kepada pengunjung dengan lebih intens. Rambu-rambu dilarang merokok di komplek satwa juga akan segera dipasang agar tidak terjadi lagi kejadian serupa.

Jadi, jangan dicontoh yha perbuatan tidak terpuji ini…..

 

 

 

 

The post Bukan Cuma Perokok, Vapers Juga Perlu Diedukasi appeared first on Komunitas Kretek.


Andai Susi Pudjiastuti Jadi Calon Presiden

$
0
0

Merokok di kalangan para politisi kerap dicap sebagai kebiasaan buruk dalam dunia perpolitikan. Dengan situasi politik yang penuh dengan pencitraan, rokok seringkali dijadikan obyek serangan untuk menjatuhkan lawan politik yang gemar merokok. Begitulah cara pandang sebagian masyarakat kita, rokok dikonotasikan buruk. Politisi yang merokok pun berlomba-lomba mencitrakan diri bebas rokok di hadapan publik.

Jujur, sebagai perokok, saya punya mimpi suatu hari nanti bisa merasakan dipimpin oleh seorang Presiden perokok. Ini aspirasi. Tolong hargai. Ya, dalam iklim demokrasi rasanya sah-sah saja jika pandangan ini lahir. Lagipula, seorang perokok dan purnawirawan tentara punya kedudukan yang sama di mata hukum. Kalau purnawirawan bisa diterima, kenapa perokok tidak? Begitu kira-kira.

Bukan maksud hati mengesampingkan para Capres yang tidak merokok, hanya saja saya merasa perokok juga harusnya berhak menjadi pemimpin. Di Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi hari ini juga terdapat beberapa menteri yang merokok. Susi Pudjiastuti adalah salah satunya. Selain Bu Susi, ada nama Darmin Nasution, Hanif Dhakiri dan Imam Nachrawi yang merupakan perokok di barisan Kabinet Kerja. Semuanya punya jalan cerita masing-masing soal kegemarannya merokok.

Sialnya, hanya karena kedapatan tengah mengisap rokok, para menteri seringkali mendapat cibiran negatif dari sebagian masyarakat, baik di dunia nyata maupun maya. Bahkan, tudingan-tudingan yang dialamatkan kepada menteri terkadang ad hominem dan kelewat batas. Berbagai tudingan buruk seperti mempertanyakan produktivitas kerjanya, latar belakang pendidikannya dan kegiatan sehari-harinya selalu jadi bahan ejek dari nitijen lantaran seorang menteri menghisap rokok.

Beberapa waktu lalu kita bisa menyaksikan ketika foto viral Bu Susi Pudjiastuti yang sedang asyik ngudud di laut seketika disindir oleh beberapa nitijen di media sosial. Tanpa pikir panjang, banyak jempol pengguna sosial media melesat dengan kecepatan 2,04 Mach, setara dengan kecepatan mesin jet afterburner Pesawat Concorde. Jempol-jempol tersebut seolah tak mau ketinggalan untuk turut serta mengomentari atau bahkan menyebarkan foto lengkap dengan caption bernada nyinyir.

Kasihan Bu Susi, hanya karena mengonsumsi barang legal, citra baik kerjanya seolah dilupakan. Maha benar nitijen Indo.

Andai saja nama Bu Susi Pudjiastuti atau perokok lain masuk dalam bursa Capres atau Cawapres, saya bersedia menjadi koordinator tim suksesnya. Ini bentuk antusiasme saya ketika perokok mulai diperhitungkan. Sayangnya, aspirasi wong cilik macam saya bukan tawaran menarik dibanding logistik politik dan narasi citra ‘positif’. Di situ kadang saya merasa sedih.

Sebenarnya, Susi Pudjiastuti adalah nama perokok yang sempat muncul sebagai kandidat. Tapi, kampanye busuk anti-rokok berulang kali menghancurkan nalar publik. Jangankan untuk dijadikan Capres/Cawapres, jadi menteri saja beliau sudah kalang kabut dicecar nitijen.

Tapi, selemah-lemahnya iman adalah pernyataan sikap. Melalui ini, saya mengaskan untuk tetap mendukung perokok yang berpotensi menjadi pemimpin. Kalau tidak bisa di 2019, yaa, masih ada 2024. Kalau masih belum bisa, ya dicoba lagi tahun 2029. Masih gagal? coba lagi 2034, kalau Indonesia gak jadi bubar tahun 2030.

Hmm…

The post Andai Susi Pudjiastuti Jadi Calon Presiden appeared first on Komunitas Kretek.

Siapa Bilang Anak Muda Tidak Bisa Nglinting?

$
0
0

Produsen rokok memudahkan para perokok untuk menikmati tembakau. Dengan adanya mereka, perokok tidak perlu repot untuk nglinting ataupun mencari tembakau beserta bahan racikannya. Perokok tinggal beli, bakar, lalu hisap. Semudah itu.

Dalam sejarahnya, sebelum ada produsen rokok di Indonesia, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan menikmati tembakau dengan cara nginang dan nglinting. Hal ini bisa dilihat dari sejarah Raja Kretek Nitisemito. Ialah Mbok Nasilah, isteri Nitisemito, yang dianggap sebagai penemu kretek. Cerita singkatnya, Mbok Nasilah yang geram dengan ulah para kusir dokar yang nginang di warung makannya tanpa aturan, berinisiatif membuat racikan tembakau, cengkeh dan dibungkus klobot jagung.

Banyak orang yang suka dengan racikan Mbok Nasilah. Melihat peluang tersebut, Nitisemito fokus menjadi produsen rokok. Ia akhirnya menjadi produsen rokok pertama yang sukses di Indonesia sebelum Indonesia merebut kemerdekaan. Dengan adanya produsen seperti Nitisemito, apakah perokok pada saat itu selalu menunggu produknya? Tidak juga. Justru dengan penemuan Mbok Nasilah, banyak orang yang meniru bagaimana membuat rokok kretek itu. Hingga akhirnya kan, perusahaan Nitisemito juga mengambil hasil produksi dari pekerja rumahan. Maksudnya, orang mengambil bahan rokok, lalu mereka membuat rokoknya di rumah. Ketika sudah selesai, pekerja rumahan tadi menyetorkan ke pabrik dan pabrik siap memasarkannya.

Untuk menikmati rokok jenis klobot ini, perokok harus pandai-pandai nglinting. Kalau tidak bisa, berarti membeli barang jadi. Tak heran, kalau banyak orang tua banyak yang bisa melakukannya dengan lihai.

Sekarang, banyak perusahaan yang mengikuti jalan sukses Nitisemito dalam bisnis rokok. Bahkan, inovasi produksinya sudah sampai menggunakan mesin. Hal itu mungkin menjadi salah satu faktor bagi perokok untuk meninggalkan nglinting atau bahkan tidak tahu caranya sama sekali. Lalu, benarkah demikian? Tidak.

Melinting tembakau memang kerap dianggap sebagai cara lama untuk menikmati sebatang rokok di jaman yang serba praktis ini. Namun jaman praktis ini bukanlah menjadi satu alasan untuk meninggalkan nglinting. Cara tradisional ini masih dipakai baik itu orang tua maupun anak muda.

Kita lihat kembali adegan dalam film Surat Dari Praha saat ada adegan Dewa yang diperankan oleh Rio Dewanto, memberikan satu lintingan kretek pada Jaya, diperankan oleh Tio Pakusadewo. Adegan tersebut menggambarkan bahwa orang tua dan anak muda, yang hidup di Praha, Ceko, merindukan kretek negeri ini. Mereka menikmati tembakau dengan cara nglinting. Nikmat.

Di Indonesia sendiri saya masih menemukan banyak orang yang nglinting baik itu perorangan atau kelompok, tua atau muda. Alasannya bervariasi. Ada yang beralasan bahwa memilin tembakau dengan berbungkus kertas itu sebagai sebuah seni. Ada juga yang memanfaatkannya sebagai sarana untuk merasakan macam-macam rasa tembakau mulai dari yang soft hingga yang nendang. Bahkan, banyak juga yang menganggap bahwa nglinting itu sebagai usaha untuk mengurangi sifat konsumtif alias irit.

Bagi para pemuda nglinting menjadi salah satu cara berhemat. Terutama mereka yang berpenghasilan kecil, bahkan belum bekerja. Hal ini dilakukan untuk menikmati hasil bumi Indonesia: tembakau. Maka, atas alasan-alasan tadi, pemuda sekarang seharusnya bisa tingwe, nglinting dhewe (melinting sendiri).

The post Siapa Bilang Anak Muda Tidak Bisa Nglinting? appeared first on Komunitas Kretek.

Pembangunan RS Paru di Karawang, Jawaban Kretek Terhadap Persoalan Kesehatan Masyarakat

$
0
0

Selama ini rokok dan kesehatan selalu dihadap-hadapkan dalam pertarungan yang kontraproduktif. Rokok selalu dianggap sebagai suatu hal yang berseberangan dengan kesehatan, selalu bermusuhan. Padahal, kenyataan di lapangan justru membuktikan sebaliknya.

Tahukah kalian bahwa defisit yang dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada tahun lalu ditanggulangi oleh keberadaan cukai tembakau? Kalau belum, beginilah keadaannya. BPJS sebagai garda depan penjamin kesehatan masyarakat itu menerima dana talangan sekitar Rp 5 triliun. Sebuah angka yang tidak bisa dikatakan kecil.

Tidak hanya itu, penggunaan dana cukai untuk urusan kesehatan pun banyak yang berwujud pembangunan klinik atau bahkan rumah sakit. Tidak lupa fasilitas kesehatannya juga ditunjang dari keberadaan duitnya para perokok itu.

Yang paling mutakhir, adalah pembangunan rumah sakit khusus paru-paru di Kabupaten Karawang. Di tanah seluas 2,2 hektare, rumah sakit ini bakal dibangun dengan keseluruhan dana bukan dari APBD, tapi dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang telah dikumpulkan sejak tahun 2012. Kurang lebih, dana yang digunakan untuk pembangunan berjumlah Rp 152 miliar.

Rumah sakit ini, nantinya bakal menjadi rumah sakit paru pertama yang berdiri di tanah pantura. Selain itu, rumah sakit ini juga bakal menjadi rumah sakit paru termegah di Jawa Barat. Pembangunan rumah sakit ini ditargetkan rampung pada pertengahan 2019.

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk paling besar di Indonesia, Jawa Barat tentu bakal terbantu dengan keberadaan rumah sakit ini. Mengingat tingginya angka penderita TBC juga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang masih kerap diderita masyarakat, keberadaan rumah sakit ini bakal sangat membantu kebutuhan masyarakat. Apalagi rumah sakit ini juga bakal memiliki rumah singgah membantu keluarga pasien yang jarak rumahnya jauh dari rumah sakit.

Selama ini, kebutuhan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang mumpuni hampir tidak dapat diselesaikan. Orang boleh saja mendapat fasilitas kesehatan yang baik, tapi dia harus berobat di rumah sakit swasta yang harganya bisa jadi tidak terjangkau. Sementara itu, keberadaan rumah sakit milik pemerintah juga tidak bisa menjawab kebutuhan tersebut.

Karenanya, keberadaan industri kretek sebagai salah satu industri prioritas dan yang paling tangguh di Indonesia ini justru bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut. Pemasukan negara yang besar dari sektor ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat seperti rumah sakit ini. Pemerintah daerah bisa menyimpan sebagian anggaran DBHCHT untuk ditabung guna membangun rumah sakit seperti yang dilakukan Pemkab Karawang.

Tentu saja, upaya yang diharapkan dari pemerintah bukan dengan meningkatkan tarif cukai atau membuat regulasi yang mengharuskan seluruh dana DBHCHT digunakan untuk urusan jaminan kesehatan. Semua harus dilakukan dengan proporsional, dan tentu saja dengan siasat yang cerdas seperti pada pembangunan rumah sakit paru Karawang ini.

The post Pembangunan RS Paru di Karawang, Jawaban Kretek Terhadap Persoalan Kesehatan Masyarakat appeared first on Komunitas Kretek.

Ruang Merokok Bandara Husein Sastranegara Tak Ramah Perokok

$
0
0

Sebagai perokok yang senang berwara-wiri, rokok tentu jadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan. Saat beristirahat, saat sesudah makan dan saat menanti kedatangan transportasi umum juga jadi momen yang akan sempurna jika dinikmati sambil ngudud. Rokok adalah penawar rasa gundah yang muncul saat menanti kereta di stasiun, menanti pesawat di bandara atau menanti kedatangan bis di terminal.

Selain rokok, kopi juga bisa jadi solusi saat bosan menunggu. Memang benar, merokok ditemani secangkir kopi sangatlah nikmat. Apalagi jika itu dilakukan bersama teman-teman sepergaulan. Ada keakraban dan suasana hangat pada kesempatan semacam itu, tentunya. Namun ada hal lain yang dibutuhkan untuk melengkapi itu semua. Yap! Ruang merokok (smoking room).

Smoking room jadi elemen pelengkap keguyuban para perokok. Akan sia-sia kalau rokok dan kopi sudah tersedia, teman-teman sepergaulan sudah kumpul, tapi kita berada di kawasan dilarang merokok. Silahkan cari tanda boleh merokok. Pengelola ruang publik sudah diwajibkan oleh konstitusi untuk menyediakan area khusus bagi perokok. Ruang merokok kini sudah banyak ditemukan di beberapa fasilitas umum.

Sayangnya, tidak semua ruang merokok yang tersedia mampu memberikan rasa nyaman bagi para perokok. Sial betul nasib perokok. Sudah dibatasi ruangnya, ruang yang disediakan pun terkesan ‘seadanya’ saja. Bahkan ada juga ruang merokok yang justru memberi makna sebaliknya: dilarang merokok.

Sebagai contoh, smoking room di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Beberapa hari yang lalu bandara ini viral di dunia maya. Pasalnya, salah seorang penggunanya mengunggah gambar keadaan ruang merokok yang justru membuatnya tak jadi merokok karena rasa takut yang ditimbulkan. Ruangnya sempit, desain dinding seperti tanah coklat kemerahan, di bagian atas ada gambar sekumpulan orang yang sedang menabur bunga seolah-olah perokok yang ada di ruangan tersebut adalah mayat dalam kuburan.

Executive General Manager PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Husein Sastranegara Bandung, Andika Nuryaman, menyebut bahwa tujuan dari desain tersebut adalah mengingatkan perokok soal bahaya rokok. Sial betul! Di ruang publik rokok dilarang, di ruang merokok pun rokok masih dicitrakan buruk. Ini konyol!

Entah apa alasan mereka membuat smoking room yang isinya adalah peringatan bahaya merokok? Kampanye anti-rokok bahkan sudah sampai ke dalam ruang khusus merokok. Saya menduga, desain ini terinspirasi dari konsep bungkus rokok yang dihiasi beragam gambar penyakit mengerikan. Gagal menakuti perokok lewat kemasan bungkus rokok, kini mereka coba menakuti perokok lewat desain ruang merokok. Paksa terooosss!!

Bagi saya pribadi, desain ruang merokok di Bandara Husein Sastranegara Bandung tak mampu menghalangi ritual ngudud saya. Yang jadi masalah bagi saya adalah itikad pengelola ruang publik dalam menjamin kesetaraan hak masyarakat, termasuk kenyamanan bagi perokok.

Selama ini pemahaman soal ruang merokok selalu bermakna negatif bagi masyarakat umum. Ruang merokok sering dipahami sebagai keuntungan bagi perokok, padahal peraturannya adalah melarang orang merokok di tempat umum. Sebagai konsekuensi logis, perokok berhak atas ruang khusus merokok. Pemahaman ini harus berdiri di atas pengakuan bahwa merokok adalah aktivitas legal dan perokok bukan pelaku kriminal.

Dari pemahaman itu, ketersediaan ruang merokok sudah sepatutnya memberi kenyamanan bagi perokok, bukan malah jadi ruang kampanye bagi anti-rokok.

The post Ruang Merokok Bandara Husein Sastranegara Tak Ramah Perokok appeared first on Komunitas Kretek.

Apa Lacur Nikita Mirzani yang Istiqomah dalam Merokok?

$
0
0

Tidaklah keliru yang Nikita Mirzani bilang pada kesempatan lalu, bahwa “masalah terbesar rokok sebetulnya bukan agama tapi kesehatan. Rokok dianggap tidak baik gara-gara memberi dampak buruk bagi kesehatan”. Sekali lagi karena ‘dianggap’ loh ya, semua boleh saja beranggapan soal baik-buruknya rokok, asal jangan lantas membenci mati-matian. Rugi sendiri nanti. Kejiwaanmu itu loh, warganet.

Sangat disayangkan sering kali saja aktivitas merokok dikait-kaitkan dengan agama, lebih dalam lagi diasosiasikan dengan citra kesalihan seseorang. Seperti yang kita ketahui Nikita Mirzani termasuk satu dari sekian artis yang memilih hijrah sebagai cara untuk menempuh makna ketakwaan.

Pilihan itulah yang membuat Ia juga sekian artis lainnya yang mendaku sudah hijrah; berhijab, berjanggut, bergamis, bersorban, dan sekian ber- lainnya tak sepi dari pergunjingan. Banyak yang menyangsikan kasalihan serta laku hidup mereka akan nilai-nilai keyakinan yang tengah dilakoni. Eh tapi kenapa kontroversi seputar ini hanya berlaku pada agama mayoritas ya? Yup. Agama kini adalah pasar.

Perkara ini bermula dari viralnya video singkat Nikita yang kini sudah berhijab yang tengah memperlihatkan dirinya merokok. Video singkat itulah yang bikin warganet garis usil pada berisik mengomentari. Mempertanyakan arti hijrah pada Nikita Mirzani. Secara artis gitu loh, sedikit saja kelakuannya yang dianggap tidak relevan dengan norma umum lantas saja jadi pergunjingan.

Masyarakat kita memang mengidap gegar budaya yang tak berkesudahan, konstruksi citra baik-buruk masih senantiasa memenjara kemerdekaan berpikir. Tren hijrah di kalangan artis mengemuka sebagai satu keniscayaan yang mengusik nalar kaum pemeluk agama gosip.

Terlebih jika itu berkaitan dengan rokok dan aktivitas merokok. Artis yang menjadi bahan gunjingan jadi dapat ruang untuk melariskan argumen bantahan maupun pembelaan. Banyak dari mereka seakan-akan dikatrol popularitasnya lewat bisnis eksistensi recehan semacam itu.

Sementara di kesempatan lain, di luar isu artis merokok yang diviralkan. Ada serentet kebaikan perokok yang tidak menjadi pergunjingan warganet yang usil itu. Misalnya, terkait fakta bahwa duit cukai perokok mampu membangun rumah sakit paru termegah di Jawa Barat.

Mestinya warganet yang suka usil itu juga mampu melihat lebih obyektif kehidupan para perempuan petani yang menjadikan rokok sebagai sarana pelepas lelah bekerja, tanpa embel-embel ‘hijrah’ ataupun gelar hajjah yang diviralkan, mereka tetap berlaku tawadhu (rendah hati) dalam melakoni ibadah serta kebaikan di dunia sosialnya.

Iya tak usah jauh sih, tidak sedikit kok hijaber yang juga merokok, meski tak harus diumbar biar viral dan jadi gosip di media sosial. Lha mereka merokok bukan buat jadi barang tontonan kok. Bukan untuk jadi komoditas berita yang melulu membingkai perokok itu dengan cap buruk.

Sekali lagi yang saya sesalkan bukan soal Nikita hijrah lantas masih merokok, karena perkara merokok itu adalah hak asasi dia sebagai manusia merdeka. Yang saya sesalkan justru warganet yang usil dan gampang gegeran itu loh, yang asal ada rokoknya lantas saja dicemooh, diejek-ejek soal keistiqomahannya. Sejak dulu Nikita Mirzani memang perokok—jauh sebelum dia berhijab—jika sudah berhijab pun bukan berarti dia harus berhenti merokok. Rokok itu produk legal, gaes. Memangnya setelah hijrah dan berhijab lantas Ia harus ganti naik onta, berhenti pakai gajet dan pasta gigi gitu? Justru dengan masih merokok itulah bukti Nikita memang istiqomah. Istiqomah dalam bersumbangsih kepada negara.

 

The post Apa Lacur Nikita Mirzani yang Istiqomah dalam Merokok? appeared first on Komunitas Kretek.

Viewing all 2293 articles
Browse latest View live